Mengenai Saya
Blog Archive
-
▼
2010
(12)
-
▼
Desember
(12)
- Infeksi pada Lansia. Trisula
- Picture (02)
- Picture (01)
- Diabetes, Type 1, Type 2, Glucose, Insulin
- Osteoporosis Video
- Waspadai Gangguan Saraf Otak pada Lansia
- Empat Belas Masalah Lansia
- Osteoporosis Pada Lansia
- Gangguan Masalah Mental pada Lansia Dapat Dicegah
- “21 NO” Bagi Lansia
- Lansia Rawan Diabetes dan Stroke
- KATARAK
-
▼
Desember
(12)
Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.
Selasa, 21 Desember 2010
Infeksi pada Lansia. Trisula
06.42 |
Diposting oleh
Trisula |
Edit Entri
A.PENDAHULUAN
Pada umumnya, penyakit-penyakit yang terjadi pada lansia, termasuk juga penyakit infeksi, sering memberikan gejala-gejala yang tidak jelas / tidak khas, sehingga memerlukan kecermatan untuk segera dapat mengenalnya, karena penanganan atau pengobatan yang terlambat terhadap penyakit infeksi dapat berakibat fatal.
Pada infeksi saluran nafas misalnya, lansia sering tidak mengalami demam atau hanya demam ringan disertai batuk-batuk ringan bahkan hanya didapati nafsu makan yang berkurang atau tidak ada sama sekali, rasa lelah disertai penampilan seperti orang bingung yang dialami dalam beberapa hari, yang jelas berbeda dengan gejala-gejala penyakit infeksi pada orang dewasa.
Gejala-gejala penyakit infeksi yang tidak khas tadi bukan saja perlu dikenal dan dipahami oleh dokter ataupun petugas kesehatan lainnya tetapi juga perlu dikenal dan dipahami oleh masyarakat awam agar sesegera mungkin membawa lansia untuk mendapat pengobatan.
Secara umum, penyakit infeksi telah dapat dikendalikan, akan tetapi pada lansia hal ini masih merupakan suatu masalah, karena berkaitan dengan menurunnya fungsi organ tubuh dan daya tahan tubuh akibat proses menua.
B. DEFINISI INFEKSI
Infeksi berarti keberadaan mikroorganisme di dalam jaringan tubuh “host”, dan mengalami replikasi. Infeksi merupakan interaksi antara kuman (agent), host (pejamu, dalam hal ini adalah lansia) dan lingkungan. Pada usia lanjut terdapat beberapa faktor predisposisi / faktor resiko yang menyebabkan seorang usia lanjut mudah terkena infeksi, antara lain :
- Faktor hospes meliputi :
- Penyakit utama
- Prosedur invasif
- Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai
- Malnutrisi
- Dehidrasi
- Gangguan mobilitas
- Inkontinensia
- Keadaan imunitas tubuh
- Berbagai proses patologik (ko-morbid) yang terdapat pada penderita tersebut
- Faktor agent meliputi :
- Jumlah kuman yang masuk dan ber-replikasi
- Virulensi dari kuman
- Faktor lingkungan meliputi :
- Apakah infeksi didapat di masyarakat, rumah sakit atau panti werdha
- Faktor lingkungan yang terdapat pada institusi meliputi pengawasan infeksi yang terbatas, area yang padat, kontaminasi silang, dan lambatnya deteksi dini
C. FAKTOR PADA PENDERITA
1. Faktor Nutrisi
Keadaan nutrisi, yang pada usia lanjut seringkali tidak baik dapat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akibat akhir (outcome) dari infeksi. Secara klinik keadaan ini dapat dilihat dari keadaan hidrasi, kadar hemoglobin, albumin, beberapa mikronutrien yang penting, misalnya kadar Cu maupun Zn. Juga beberapa vitamin yang penting pada proses pertahanan tubuh.
2. Faktor Imunitas Tubuh
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Beberapa faktor imunitas tubuh, antara lain imunitas alamiah (inate immunity), misalnya kulit, silia, lendir mukosa dan lain – lain sudah berkurang kualitas maupun kuantitasnya, demikian pula dengan faktor imunitas humoral (berbagai imunoglobulin, sitokin) dan selular (netrofil, makrofag, limfosit T). Sistem imun alamiah merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberi respons imun langsung terhadap antigen dan tanpa waktu untuk mengenalnya terlebih dahulu.
3. Faktor Perubahan Fisiologik
Beberapa organ pada usia lanjut sudah menurun secara fisiologik, sehingga juga sangat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akhir infeksi. Penurunan fungsi paru, ginjal, hati dan pembuluh darah akan sangat mempengaruhi berbagai proses infeksi dan pengobatannya. Fungsi orofaring pada usia lanjut sudah menurun sedemikian sehingga seringkali terjadi gerakan kontra peristaltik (terutama saat tidur), yang menyebabkan terjadinya aspirasi spontan dari flora kuman di daerah tersebut kedalam saluran nafas bawah dan menyebabkan terjadinya aspirasi pneumonia (Yoshikawa, 1996). Berbagai obat – obatan yang aman diberikan pada usia muda harus secara hati – hati diberikan pada usia lanjut, karena dapat lebih memperburuk berbagai fungsi organ, antara lain hati dan ginjal.
4. Faktor Terdapatnya Berbagai Proses Patologik
Salah satu karakteristik pada usia lanjut adalah adanya multi-patologi. Berbagai penyakit antara lain diabetes melitus, PPOM, keganasan atau abnormalitas pembuluh darah akan sangat mempermudah terjadinya infeksi, mempersulit pengobatannya dan menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk.
D. MANIFESTASI INFEKSI PADA USIA LANJUT
Seperti juga berbagai penyakit pada usia lanjut yang lain, manifestasi infeksi pada usia lanjut sering tidak khas, beberapa hal perlu diperhatikan seperti berikut ini :
· Demam
Seringkali tidak mencolok. Glickman dan Hilbert (1982), seperti dikutip oleh Yoshikawa, mendapatkan bahwa banyak penderita lansia yang jelas menderita infeksi tidak menunjukkan gejala demam. Walaupun demikian untuk diagnosis infeksi tanda adanya demam masih penting, sehingga Yoshikawa tetap menganjurkan batasan sebagai berikut :
ü Terdapat peningkatan suhu menetap > 2°F
ü Terdapat peningkatan suhu oral > 37,2°C atau rektal > 37,5°C
· Gejala tidak khas
Gejala nyeri yang khas pada apendisitis akut, kolesistitis akut, meningitis, dll sering tidak dijumpai. Batuk pada pneumonia sering tidak dikeluhkan, mungkin oleh penderita dianggap batuk “biasa” (Fox, 1988; Hadi Martono 1992, 1993).
· Gejala akibat penyakit penyerta (ko-morbid)
Sering menutupi, mengacaukan bahkan menghilangkan gejala khas akibat penyakit utamanya (Hadi Martono, 1993; Yoshikawa, 1986; Smith, 1980).
E. BERBAGAI INFEKSI PADA USIA LANJUT
Jenis Infeksi | Catatan |
Pneumonia | Penyebab kematian utama karena infeksi pada usia lanjut, sehingga dinyatakan sebagai the old men’s friend |
Infeksi saluran kemih | Penyebab terbanyak terjadinya bakteremia/sepsis pada lansia |
Infeksi intra abdominal | Gangren apendiks dan vesika felea terbanyak pada lansia, di vertikulitis terdapat terutama pada lansia |
Infeksi jaringan lunak | Dekubitus dan luka pasca operasi tersering terjadi pada lansia |
Bakteremia/sepsis | Dari semua kasus 40% terjadi pada lansia, mengakibatkan 60% kematian |
Endokarditis infektif | Meningkat prevalensinya pada lansia |
Tuberkulosis | Peningkatan kasus secara mencolok pada lansia, termasuk yang berada di panti werdha |
Atritis septika | Adanya penyakit sendi yang mendahului menyebabkan peningkatan resiko pada lansia |
Tetanus | Di AS, 60% dari semua kasus tersering pada lansia |
Herpes zoster | Prevalensi meningkat seiring dengan penuaan, neuralgia pasca herpetic sering timbulpertama pada usia lanjut |
(Yoshikawa, 1990)
F. INFEKSI YANG SERING TERJADI PADA LANSIA
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Saat tua tiba, mereka yang lanjut usia beresiko tinggi mengalami infeksi. Infeksi yang terjadi adalah bakteria uria asimtomatik dan Infeksi Saluran Kemih (ISK). Faktor yang ikut berperan pada ISK adalah penggunaan kateter dan peningkatan residu urine. Faktor yang secara spesifik berperan adalah hipertrofi prostat pada pria dan meningkatnya pH vagina dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna.
Inkontinensia urine (ngompol) dan delirium (mata gelap) terkadang menjadi keluhan pasien ISK, walau tanpa demam. Pada pasien rawat jalan, lansia yang diduga mengalami ISK harus dilakukan pemeriksaan untuk mengonfirmasi adanya bakteri di urine. Selain tes penyaring dengan urinalis, kultur urine merupakan pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada semua pasien yang diduga menderita ISK untuk menentukan jenis mikroorganisme penyebab ISK. Pada pasien lansia yang memerlukan perawatan di RS, kultur darah juga harus dilakukan.
Pasien yang terinfeksi secara komplikasi (saluran kemih bagian atas, berulang atau terkait kateter) perlu menjalani tes fungsi ginjalnya. Juga evaluasi terhadap saluran kemih dan fungsi kandung kemih. Untuk diagnosis yang optimal, pasien perlu mendapat antibiotik yang sesuai dan lamanya terapi yang memadai. Spesimen urine untuk kultur harus diambil sebelum terapi dimulai.
Pemilihan antibiotik untuk pengobatan ISK pada lansia sama dengan dewasa muda. Terapi empirik yang direkomendasikan pada pasien ISK rawat jalan adalah dengan trimetoprim sulfameyoksazol. Alternatif lain yang dianjurkan, yang intoleransi terhadap trimetoprimsul fametoksazol atau yang gagal dengan terapi tersebut, adalah fluorokuinolon oral. Lama terapi sekitar 7 hari. Pada kasus yang komplikasi dapat dilanjutkan sampai 14 hari. Pada laki-laki lansia terapi antibiotika yang dianjurkan adalah 14 hari. Pemeriksaan kultur urine ulang, harus dilakukan lagi 7-10 hari setelah terapi selesai.
ISK pada lansia dapat dicegah dengan memodifikasi faktor resiko dan faktor predisposisi terjadinya ISK. Terapi terhadap kelainan anatomis, baik di saluran kemih (mulai dari ginjal-uretra) serta hipertropi prostrat pada pria, harus dilakukan untuk mencegah kolonisasi kuman di saluran kemih. Pasien yang suka ngompol sedapat mungkin menghindari pemakaian kateter jangka panjang. Apabila harus menggunakan, usahakan agar kebersihannya terjaga.
Diagnosa Keperawatan Utama & Kriteria Hasil
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan inflamasi pada saluran kemih bawah
Ø Kriteria hasil : pasien akan mencapai dan mempertahankan eliminasi urine yang normal.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan insiden kekambuhan ISK yang tinggi
Ø Kriteria hasil : Pasien akan tetap bebas dari ISK berulang seperti yang ditunjukkan dengan urinalisis normal dan tidak adanya tanda dan gejala ISK.
3. Nyeri akut berhubungan dengan spasme dan kram kandung kemih
Ø Kriteria hasil : pasien akan bebas dari nyeri ketika ISK hilang.
Intervensi Keperawatan
· Perhatikan apakah ada gangguan GI akibat terapi antimikroba. Jika diprogramkan, berikan makrokristal nitrofurantoin bersama susu atau makanan untuk mencegah distress GI.
· Jika rendam duduk tidak dapat meredakan ketidaknyamanan perineum, berikan kompres hangat sedang ke perineum, tetapi hati-hati agar tidak membakar pasien.
· Oleskan antiseptik topikal pada meatus urinarius jika perlu.
· Tampung semua spesimen urine untuk biakan dan pengujian sensitivitas secara hati-hati dan cepat.
2. PNEUMONIA
Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi (Price, 1995).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat (Zul, 2001).
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia yang mempengaruhi kapasitas dan fungsi paru meliputi :
a. Peningkatan diameter anteroposterior dada
b. Kolaps osteoporotik vertebrae yang mengakibatkan kifosis (peningkatan kurvatura konveks tulang belakang)
c. Kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta
d. Penurunan efisiensi otot pernapasan
e. Peningkatan rigiditas paru
f. Penurunan luas permukaan alveoli
- Etiologi :
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organsime gram positif seperti: streptococcus pneumonia, s. aureus dan s. pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P.Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyabab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d.Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami imunosupresi (Reeves, 2001).
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami imunosupresi (Reeves, 2001).
- Manifestasi klinis
a. Kesulitan dan sakit pada saat bernafas
b. Nyeri pleuritik, nafas dangkal dan mendengkur, takipnea
c. Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi
d. Mengecil, kemudian menjadi hilang, krekels, ronkhi, egofoni
e. Gerakan dada tidak simetris
f. Menggigil dan demam 38,8-41,1˚C, delirium
g. Diaforesis
h. Anoreksia
i. Malaise
j. Batuk kental, produktif
k. Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
l.Gelisah
m. Sianosis
n. Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
o. Masalah-masalah psikososial: disorientasi, ansietas, takut mati.
- Pemeriksaan penunjang
- Sinar X : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infilrat, empiema (stapilococcus); infiltrat menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin bersih
- GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada
- Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi fiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab
- JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial
- Pemeriksan serologi; titer virus atau legionella, aglutinin dingin
- LED : meningkat
- Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia, elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah
- Bilirubin mungkin meningkat
- Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV) (Doenges, 1999).
- Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan petunjuk penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur sputum dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat diberikan secara parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa,1989).
2. Pengobatan umum
- Terapi oksigen
Hidrasi, bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi dilakukan secara parenteral.
- Fisioterapi
- Fisioterapi
Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan dan dekubitus.
- Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
2. Kelemahan, kelelahan, insomnia, letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
3. Sirkulasi
4. Riwayat gagal jantung kronis, takikardia, penampilan terlihat pucat
5. Integritas ego : Banyak stressor, masalah finansial
6. Makanan/cairan : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat DM
7. Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan malnutrisi
8. Neurosensori : Sakit kepala, perubahan mental
9. Nyeri/kenyamanan : Sakit kepala , nyeri dada meningkat dan batuk myalgia.
10. Pernafasan
Riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal. Sputum berwana merah muda, berkarat atau purulen.
Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural.
Bunyi nafas : menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat atau nafas bronchial.
Fremitus : taktil dan vocal meningkat dengan konsolidasi.
Pucat atau sianosis pada bibir/kuku
11. Riwayat gangguan sistem imun, demam.
Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin pada kasus rubella/varisela.
Riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis.
Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatanan produksi sputum, nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan ditandai dengan perubahan frekuensi kedalaman pernafasan, bunyi nafas tidak normal, penggunaan otot aksesori, dispnea, sianosis, batuk efektif/tidak efektif dengan atau tanpa produksi sputum.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas, menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispnea atau sianosis.
Intervensi keperawatan :
Mandiri
- Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
- Auskultasi paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan (krakles, mengi).
- Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam.
- Berikan cairan sedikitnya 2500ml/hari.
Kolaborasi
- Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain.
- Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
- Berikan cairan tambahan
- Awasi seri sinar X dada, GDA, Nadi oksimetri.
- Bantu bronkoskopi/torakosintesis bila diindikasikan.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi) dan gangguan kapasitas oksigen darah ditandai dengan dispnea, sianosis, taikardia, gelisah, perubahan mental, hipoksia.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan.
- Berpastisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen.
Intervensi keperawatan :
Mandiri
Mandiri
- Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
- Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku.
- Kaji status mental.
- Awasi status jantung/irama.
- Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil.
- Pertahankan istirahat tidur.
- Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
- Kaji tingkat ansietas.
- Dorong menyatakan masalah/perasaan.
Kolaborasi
- Berikan terapi oksigen dengan benar.
- Awasi GDA.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi, penurunan kompliance paru, nyeri ditandai dengan dispnea, takipnea, penggunaan otot aksesori, perubahan kedalaman nafas, GDA abnormal.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola pernafasan normal/efektif dengan GDA dalam rentang normal.
Intervensi keperawatan :
Mandiri :
Mandiri :
- Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
- Auskultasi bunyi nafas.
- Tinggikan kepala dan bahu.
- Observasi pola batuk dan karakter sekret.
- Dorong/bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan.
- Awasi DGA.
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya proses infeksi.
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
- Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh, tidak menggigil, nadi normal.
Intervensi keperawatan :
Mandiri
Mandiri
- Obsevasi suhu tubuh (setiap 4 jam).
- Pantau warna kulit.
- Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan.
Kolaborasi
- Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik.
- Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari.
5. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama dan tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun).
Kriteria hasil :
- Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi.
Intervensi keperawatan :
Mandiri
- Pantau TTV.
- Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna jumlah dan bau sekret.
- Dorong teknik mencuci tangan dengan baik.
- Ubah posisi dengan sering.
- Batasi pengunjung sesuai indikasi
- Lakukan isolasi pencegahan sesuai indikasi.
- Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
Kolaborasi
- Berikan antimikrobal sesuai indikasi.
6. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap ditandai dengan nyeri dada, sakit kepala, nyeri sendi, melindungi area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan nyeri hilang/terkontrol.
- Menunjukkan rileks, isirahat/tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat.
Intervensi keperawatan :
- Tentukan karakteristik nyeri.
- Pantau TTV.
- Ajarkan teknik relaksasi.
- Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
7. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
- Berat badan stabil atau meningkat.
Intervensi keperawatan :
- Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah.
- Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
- Auskultasi bunyi usus.
- Berikan makan porsi kecil dan sering.
- Evaluasi status nutrisi.
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang terpajan informasi, kurang mengingat, kesalahan interpretasi ditandai dengan permintaan informasi, penyataan kesalahan konsep, kesalahan mengulang.
Kriteria hasil:
- Menyatakan pemahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan.
- Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi keperawatan :
- Kaji fungsi normal paru.
- Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan.
- Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal.
- Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif.
- Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan.
3. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe (Brunner & Studdart, 2002 : 584).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberkulosis). Sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (www.infeksi.com).
Tuberkulosis paru adalah ptenyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis, yakni kuman aerob yang dapat menyerang semua sistem tubuh, yang mengenai paru (Ramali, Ahmad, dkk, 1992 :306).
- Gambaran klinis :
a. Demam (panas)
b. Batuk dan sputum
c. Sesak nafas
d. Nyeri dada
e. Malaise
b. Batuk dan sputum
c. Sesak nafas
d. Nyeri dada
e. Malaise
Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti prilaku tidak biasa dan perubahan stastus mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan (Brunner & Studdart, 2002 : 585).
- Komplikasi :
a. Komplikasi dini
- Pleuritis
- Efusi pleura
- Empiema
- Laringitis
- Menjalar ke organ lain yaitu usus
- Pleuritis
- Efusi pleura
- Empiema
- Laringitis
- Menjalar ke organ lain yaitu usus
b. Komplikasi lanjut
- Obstruksi jalan nafas – SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
- Kerusakan parenkim berat – fibrosis paru, kor pulmonal
- Amioloidosis
- Karsinoma paru
- Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II, 2003 : 829).
- Obstruksi jalan nafas – SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
- Kerusakan parenkim berat – fibrosis paru, kor pulmonal
- Amioloidosis
- Karsinoma paru
- Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II, 2003 : 829).
- Penatalaksanaan medik
Tuberculosis paru di obati karena agens kemoterapi (agen anti tuberkulosis) selama periode 6-12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
- Pembedahan pada TB paru
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang. Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relatif.
Indikasi mutlak pembedahan adalah :
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif
b. Pasien batuk darah pasien tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
Indikasi mutlak pembedahan adalah :
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif
b. Pasien batuk darah pasien tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
Indikasi relatif pembedahan :
a. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kavitas yang menetap
(Kapita selekta kedokteran jilid II, 2001 : 474).
- Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan keperawatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah kontak dengan penderita tuberkulosis, Tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai riwayat status gizi yang kurang baik.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami batuk disertai dengan demam, sesak nafas, sakit di daerah sekitar dada, lelah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan serta sering berkeringat pada malam hari.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui inhalasi, kemungkinan salah seorang dari keluarga pernah menderita penyakit
TB paru.
Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain difokuskan pada :
1) Aktifitas dan istirahat
Yang perlu dikaji adalah apakah terjadi kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena bekerja, kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam hari, menggigil atau berkeringat, terjadi takipnea, dispnea pada saat kerja.
2) Makanan dan cairan
Pengkajian meliputi : apakah kehilangan nafsu makan, apakah makanan sulit untuk dicerna, terjadi penurunan berat badan, turgor kulit menurun, kehilangan lemak subkutan.
3) Pernafasan
Apakah ada gejala batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, peningkatan frekuensi nafas. Apakah ada sputum jika ada apa karakteristik sputum : hijau/purulen, mukoid kuning atau bercak darah.
4) Nyeri dan kenyamanan
Untuk mengkaji nyeri meliputi : nyeri dada meningkat karena batuk yang berulang, klien tampak berhati-hati pada area yang sakit, serta gelisah.
b. Data Diagnostik
1) Radiologi
1) Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi, rontgen foto thorak akan ditemukan lesi pada segmen paru bagian apex dan posterior lobus atau segmen superior lobus bawah. Selain itu juga ditemukan infiltrat atau nodular terutama pada lapangan atas paru.
2) Pemerikasaan laboratorium
2.1 Darah
- Leukositosis ( Jumlah leukosit yang lebih dari normal, N= 5000-10.000/mm3 ).
- Jumlah limfosit dibawah normal.
- LED meningkat
2.2 Sputum
kultur sputum : Mycobacterium tuberkulosis (+)
2.1 Darah
- Leukositosis ( Jumlah leukosit yang lebih dari normal, N= 5000-10.000/mm3 ).
- Jumlah limfosit dibawah normal.
- LED meningkat
2.2 Sputum
kultur sputum : Mycobacterium tuberkulosis (+)
3) Pemeriksaan test tuberkulin : (+)
4) Tes kulit (PPD, mantoux)
Reaksi positif (area indurasi 10mm atau lebih besar, 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi yang bermakna pada pasien secara klinik berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh micobakterium yang berbeda.
5) Foto thorak
Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.
6) Biopsi paru pada jaringan paru
Positif untuk granuloma TB : adanya sel raksasa menunjukkan sel nekrosis
7) Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim, kehilangan jaringan paru, dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
8) Elektrosit
Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi : contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis.
9) GDA
Dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan Tuberkulosis paru antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, atau sekret darah, upaya batuk buruk
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia, penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi, malnutrisi
4. Resiko tinggi pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, ateletaksis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, edema bronkhial
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif, informasi yang kurang.
3. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, perawat membuat rencana tindakan keperawatan dalam menentukan pendekatan yang akan dilaksanakan untuk memecahkan masalah klien atau mengurangi masalah klien. Tahap perencanaan ini terdiri dari penentuan tujuan dan prioritas dalam penyususnan intervensi keperawatan.
G. PENATALAKSANAAN INFEKSI PADA USIA LANJUT
Diagnosis
Mengingat gejala dan tanda infeksi pada usia lanjut yang tidak khas dan sering menyelinap, maka diagnosis merupakan tonggak penting pada penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut. Untuk hal tersebut asessmen geriatri merupakan tata cara baku yang dianjurkan. Pemeriksaan fisik, psikis dan lingkungan dan pemeriksaan tambahan yang penting secara menyeluruh sesuai form baku perlu dilaksanakan dengan baik, sehingga kemungkinan mis- atau under diagnosis bisa dihindari sekecil mungkin dengan asessmen geriatri ini juga dapat ditegakkan :
Ø Penyakit infeksi yang terdapat
Ø Penyakit ko-morbid yang menyertai, antara lain gangguan imunologik, penyakit jantung, ginjal PPOM, penyakit hati dll.
Ø Gangguan mental/kognitif yang mungkin mempersulit pengobatan
Ø Sumberdaya sosial/manusia yang ada untuk penatalaksanaan jangka pendek atau jangka panjang
Terapi Antibiotika
Terapi antibiotika harus segera dilakukan bila semua spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologis sudah dikirimkan. Secara empiris antibiotika berspektrum luas, antara lain golongan beta-laktam atau kuinolon dapat diberikan. Antibiotika berspektrum sempit baru bisa apabila hasil kultur dan sensitivitasnya mendukung (Hadi Martono, 1996). Pada usia lanjut, pemakaian antibiotika harus langsung diberikan dengan menggunakan dosis penuh, akan tetapi tetap memperhatikan kemungkinan efek samping yang terjadi.
Terapi Suportif
Harus selalu diingat bahwa sebagian besar usia lanjut sudah dalam keadaan status gizi yang kurang baik sebelum sakit (keadaan ini pula yang menyebabkan lansia mudah terserang infeksi). Pemberian diet dengan kalori dan protein yang cukup harus diupayakan, bila perlu dengan pemberian nutrisi enteral/parenteral. Hidrasi yang cukup juga seringkali diperlukan untuk membantu penyembuhan penderita. Pemberian vitamin dan mineral (Cu, Zn) seringkali diperlukan pada keadaan gizi yang kurang baik.
H. PENYAKIT – PENYAKIT INFEKSIUS
Ø Vaksin Influenza
Vaksin influenza telah direkomendasikan untuk dilakukan setiap tahun bila kita berbicara mengenai lansia. Individu lansia dengan penyakit jantung, paru kronis atau penyakit-penyakit metabolik terutama bagi mereka yang tinggal dalam rumah-rumah perawatan memiliki tingkat resiko lebih tinggi dari populasi keseluruhan saat terjadi epidemi influenza. Pemberi perawatan yang merawat orang-orang seperti di atas, sebaiknya juga menjalani vaksinasi juga. Tidak semua lansia yang menerima vaksinasi ini. Dokter lupa untuk memberikannya atau lansia menolaknya. Beberapa lansia individu menolak vaksinasi ini karena mereka menakuti reaksi-reaksi selanjutnya atau mendengar adanya tetangga atau kawan yang “menjadi sakit” setelah menjalani vaksin tersebut. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang spesifik berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas mungkin akan membuka rantai mitos yang ada serta meningkatkan penerimaan terhadap vaksin atau vaksinasi.
Ø Vaksin Pneumokokal
Vaksin pneumokokal ini direkomendasikan untuk diterapkan setidaknya sekali bagi lansia, diluar masalah kurangnya efektivitas vaksin dalam percobaan yang melibatkan dewasa tua. Pneumonia pneumokokal dan sepsis merupakan penyebab-penyebab kuat penyakit yang ada, dimana vaksin dapat ditoleransi dengan baik.
Ø Vaksin Tetanus
Lansia berada dalam tingkat resiko lebih tinggi dari dewasa muda terhadap terjadinya tetanus. Vaksinasi tetanus setiap 10 tahun telah direkomendasikan penerapanya oleh beberapa lembaga kesehatan berwenang. Orang-orang yang belum tervaksinasi perlu untuk menjalani rangkaian tiga dosis primer vaksinasi ini. Imunisasi pasien dewasa dengan vaksin pertusis aseluler yang direkomendasikan dengan vaksinasi tetanus mungkin menjadi suatu standart vaksinasi di masa datang.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA USIA LANJUT
Pengkajian yang menyeluruh pada lansia yang dilakukan oleh perawat meliputi :
1. Mengidentifikasi status kesehatannya (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
2. Status gizi
3. Kapasitas fungsional
4. Status psikososial
5. Masalah khusus lainnya yang dihadapi secara individual
Ø Anamnesis
· Dalam melakukan anamnesis harus secara akurat dan “up to date”
· Harus menjadi dasar bagi tindakan skrening yang akan diusulkan
· Format bagi keperluan anamnesis ini disajikan pada lampiran evaluasi kesehatan lansia komprehensif.
· Kebanyakan para lansia dapat menyuguhkan anamnesis yang baik, tetapi tidak sedikit pula yang mengalami hamabtan untuk berkomunikasi (misalnya akibat tuli, menurunnya fungsi intelektual/pikun, menurunnya penglihatan)
· Riwayat penyakit masa lalu juga penting untuk membantu menempatkan masalah kesehatan saat ini dalam perspektif yang tepat
· Penting pula diperhatikan tentang riwayat pemakaian obat-obatan, karena lansia bila diberikan resep bermacam obat jarang memprotes, bahkan juga sering mengobati dirinya sendiri
Ø Pemeriksaan Fisik Pada Lansia
Dalam melakukan pengkajian fisik pada klien lansia secara efektif memerlukan penilaian terhadap status kesehatan secara tepat.
· Pemeriksaan fisik mencangkup inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
· Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik menurut masing-masing sistem tubuh.
· Pemeriksaan fisik umum pada lansia ditujukkan untuk dapat mengidentifikasi keadaan umumnya dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan gizi, aktivitas tubuh, baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.
· Mencakup juga antara lain penilaian status mental, kesadaran, bahkan termasuk pula kondisi kulit dan kelenjar getah bening.
· Tanda-tanda vital meliputi : pemeriksaan nadi, suhu dan tekanan darah (kadang-kadang disertai pengukuran vena jugularis).
· Inspeksi dilakukan menyeluruh, namun dengan cara terfokus, serta dilakukan dengan tidak mengabaikan sikap perawat yang menghargai lansia. Observasi yang menyeluruh diarahkan pada hal-hal berikut :
1. Membandingkan usia kronologis terhadap usia sekarang.
2. Aspek gender, suku.
3. Perkembangan perawatan.
4. Kebersihan (cara merawat diri).
5. Ekspresi wajah, cara bicara.
6. Pengamatan pada daerah kulit, dilihat keriput/kerut-kerut, warna kulit keabu-abuan, kering dan rambut rapuh.
7. Gerakan melambat, menggunakan alat bantu ambulasi, dan memperlihatkan langkah-langkah yang kaku.
8. Diamati pula perihal berat dan tinggi badan, apakah sesuai. Bentuk dan bagian-bagian tubuh apakah simetris.
9. Gejala seperti tremor, kontraktur, gerakan-gerakan asimetris, postur kaki, pergelangan, dan jari-jari tangan.
10. Inspeksi di daerah leher, apakah terdapat otot-otot/tendon yang menonjol, juga adanya redistribusi lemak.
11. Kesan umum tentang perkembangan badan, apakah tampak terlalu tinggi/terlalu pendek, terdapat penurunan masa otak, ataupun kegemukan.
12. Pengamatan terhadap kebersihan/kerapian antara lain: rambut, kuku, atau bau badan.
· Pemeriksaan fisik seringkali perlu dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium, agar dapat memberikan gambaran yang tepat tentang status kesehatan atau penyakit/gangguan yang diderita saat ini.
· Temuan biasanya berupa gambaran patologis yang multiple beserta perubahan-perubahan akibat proses menua.
· Temuan fisik pada pengkajian head to toe:
1. Integumen : lemak subkutan menyusut, kulit kering dan tipis, rentan terhadap trauma dan iritasi, serta lambat sembuh.
2. Mata : arcus senilis, penurunan visus.
3. Telinga : pendengaran berkurang yang selanjutnya dapat berakibat gangguan bicara.
4. Kardiopulmonar : curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah berkurang. Terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik. Kapasitas vital paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru berkurang. Walaupun tak ada kelainan paru namun dapat terdengar ronkhi basal.
5. Muskuloskeletal : masa tulang berkurang, lebih jelas pada wanita. Jumlah dan ukuran otot berkurang.
Masa tubuh banyak yang tergantikan oleh jaringan lemak yang disertai pula oleh kehilangan cairan.
6. Gastointestinal : mobilitas dan absorbsi saluran cerna berkurang, daya pengecap, serta produksi saliva menurun.
7. Neurologikal : rasa raba juga berkurang, arm-swing, langkah menyempit, dan pada pria agak melebar. Selain itu, terdapat potensi perubahan pada status mental.
Ø Pemeriksaan fisik umum
· Kesadaran
Dalam kaitan ini klien/pasien dapat menunjukkan tingkat kesadaran baik (tak ada kelainan/gangguan kesadaran), dengan kata lain keadaan umum pasien baik. Keadaan umum tampak sakit (bisa ringan, sedang, atau berat). Klien bereaksi terhadap rangsang (stimulus) tertentu, misal rangsang nyeri pada tubuh dengan dicubit kemudian amatilah reaksi yang muncul.
Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1. Compos mentis (normal)
2. Somnolen
3. Sopor
4. Soporo koma
5. Koma
· Tanda vital
1. Meliputi pemeriksaan nadi,juga pemeriksaan tekanan darah.
2. Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan secara palpatoir atau auskultatoir.
· Sistem integumen
1. Tentang ada tidaknya anemia, ikterus, sianosis, serta lesi primer dan lesi sekunder
2. Lesi primer pada kulit antara lain berupa : makula, papula, vesikula, pustula, bula, nodul dan tumor.
3. Lesi sekunder antara lain berupa : skuama, kskoriasi, krusta, sikatriks dan ulkus.
Ø Pengkajian status gizi
· Perlu ditegaskan bahwa status gizi penting bagi lansia. Berikut ini adalah kegunaan status gizi :
1. Untuk memperoleh respon umum terhadap masuknya antigen asing.
2. Untuk dapat mempertahankan struktur dan anatomi.
3. Untuk dapat berpikir jernih.
4. Untuk dapat memperoleh energi cadangan bagi keperluan sosialisasi serta aktivitas jasmani.
· Beberapa perubahan fisiologis yang terkait dengan proses penuaan dan dapat mempengaruhi status gizi adalah sebagai berikut :
1. Penurunan penciuman dan pengecapan.
2. Gangguan gigi geligi.
3. Berkurangnya produksi saliva sampai sebesar 1/3 kali produksi pada usia muda.
4. Gangguan refleks menelan (lemah).
5. Kurang toleran terhadap lemak.
6. Peristaltik menurun.
7. Rendahnya produksi asam lambung yang khususnya terkait dengan menurunnya pencernaan dan absorbsi vitamin, zat besi, zink, dan kalsium.
Ø Pemeriksan fisik khusus
· Pemeriksaan fisisk per sistem secara berurutan mulai dari kepala, leher, mata, THT, mulut/tenggorokan, torak (pernafasan dan paru), kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), abdomen, serta ekstremitas atas dan bawah.
Ø Pengkajian sistem perkemihan
· Pengkajian faktor resiko yang mempengaruhi eliminasi urine :
1. (pria) : apakah pernah operasi prostat?
2. (pria) : adakah riwayat masalah prostat?
3. (wanita) : apakah lansia punya anak? (bila ya, berapa dan adakah masalah pada waktu partus dahulu)
4. (wanita) : pernahkah dioprasi panggul kandung kemih/uterus?
5. (wanita) : adakah infeksi pada traktus genital?
6. Adakah nyeri/rasa tak nyaman waktu berkemih?
7. Adakah infeksi urinaria?
8. Adakah penyakit kronis, obat apakah yang dipakai?
9. Berapa banyak minum sehari? (tanyakan jumlah dan jenis).
· Pengkajian gejala dan keluhan disfungsi urine
1. Bisakah menahan kemih sebelum mencapai toilet? (berapa lama), bagaimana bila batuk/dan sejenisnya?
2. Apakah selalu bangun untuk berkemih malam hari?
3. Setelah berkemih apakah merasa tidak lampias?
4. (pria) : sulit mulai berkemih?
· Pengkajian inkontinensia
1. Kapan mulainya?
2. Apa tindakan anda untuk mengatasinya? (dengan cara membatasi minum/sering berkemih)
3. Adakah sesuatu hal tertentu yang memperburuk atau dapat menguranginya?
4. Apakah sakit waktu berkemih?
5. (wanita) : apakah merasa ada tekanan di daerah panggul?
· Pengkajian tentang rasa takut, sikap, konsekuensi psikososial
1. Sudahkah mencari pengobatan?
2. Apakah merasa selalu perlu berada dekat dengan toilet?
3. Apakah menghindari bepergian karena hal itu?
Ø Pengkajian sistem pernafasan
· Mencakup : perubahan pada saluran pernafasan atas, diameter dinding dan dinding dada kaku.
· Bentuk kelainan yang dikaji meliputi : adanya pernafasan dengan menggunakan otot nafas tambahan, pernafasan yang memerlukan tenaga, pernafasan yang kurang efisien, menurunnya refleks batuk, serta lansia menjadi lebih rentan terhadap infeksi saluran nafas bagian bawah (ISPB).
· Adapun faktor resiko yang ditemukan antara lain berupa, merokok, polusi udara, atau polusi akibat keterpaparan dari lingkungan pekerjaan seperti asbestosis.
Ø Pengkajian mobilitas
· Mencakup :
1. Berkurangnya masa otot
2. Jaringan ikat mengalami perubahan degeneratif
3. Osteoporosis
4. Perubahan pada susunan saraf
· Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya penurunan kekuatan, daya tahan, koordinasi gerak otot, adanya hambatan gerak sendi, rawan jatuh, dan rawan fraktur.
· Adapun faktor resiko yang ditemukan antara lain berupa osteoporosis, terutama pada wanita, mereka yang kurang bergerak, serta lansia dengan kekurangan kalsium.
Ø Pengkajian sistem kulit
· Mencakup:
1. Pertumbuhan epidermis melambat, kulit kering, epidermis menipis
2. Berkurangnya vaskularisasi
3. Juga melanosit dan kelenjar-kelenjar pada kulit
· Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya kulit kering, keriput, luka sulit menyembuh, mudah mengalami luka bakar, serta trauma dan infeksi.
· Selain itu, biasanya juga terdapat adanya perubahan termoregulasi, peka terhadap kanker kulit, dan kuku mengalami trauma/injury.
· Adapun faktor resiko yang ditemukan antara lain berupa : terkena sinar ultraviolet, frekuensi kebiasaan mandi, serta keterbatasan aktivitas.
Ø Pengkajian pola tidur
· Mencakup siklus tidur seiring penuaan.
· Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya berbagai konsekuensi fungsional berupa : susah tidur pulas, sering terbangun, serta kualitas tidur yang rendah.
· Selain itu dikaji pula tentang lansia berada lama di tempat tidur serta jumlah total waktu tidur per hari yang berkurang.
· Adapun faktor resiko yang ditemukan antara lain berupa : nyeri, ketidaknyamanan, alkoholik, pemakaian obat tidur, serta adanya faktor lingkungan seperti : kegaduhan dan penyakit sistemik yang berdampak lansia sering berkemih di malam hari.
Ø Pengkajian status fungsional
· Pengkajian status fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari-harinya.
· ADL adalah merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri.
· ADL meliputi : ke toilet, makan, berpakaian , mandi dan berpindah tempat.
· Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan.
Ø Pengkajian status psikososial
· Meliputi : pengkajian fungsi kognitif dan pengkajian psikososial (mental, emosional)
· Dilakukan untuk dapat menentukan pikiran serta proses mental, apakah lansia dapat memperlihatkan fungsi optimal.
· Bila lansia mengalami suatu serangan penyakit atau gangguan tertentu maka perlu diidentifikasi hal-hal sebagai berikut :
1. Evaluasi kesadaran dan orientasi
2. Aspek kognitif, alam perasaan, dan efek. Termasuk pula observasi terhadap perilaku dan respon terhadap pertanyaan yang diajukan.
Ø Pengkajian aspek spiritual
· Mencakup segi persepsi terhadap makna kehidupan yang lebih mendalam, serta bagaimana seseorang menempatkan dirinya dalam lingkungan alam.
DAFTAR PUSTAKA :
Boedhi, Darmojo. 2009. Geriatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gallo, Joseph, J, dkk. 1998. Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Maryam, Siti, R. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Stockslager, Jaime, L. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Tamer, S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Lucky Club: The official online casino site - Lucky Club
Lucky Club is the official online casino site of Lucky luckyclub Club. Play and win real money with our exciting online casino games! ☝ SIGN UP NOW!
Posting Komentar